JAWA BARAT – Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, angkat bicara terkait kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan Usman (21) seorang pekerja di PT Batu Bukit Mustika (BBM) meninggal dunia. Perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan batu kapur tersebut berlokasi di Kampung Ciembe, RT 005/RW, 013 Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi ini, tergiling mesin penghalus batu bara.
Orang nomor satu di Kabupaten Sukabumi ini, meminta kepada semua dinas yang berkaitan dengan perusahaan tersebut, agar selalu memantau tempat-tempat pekerjaan yang mempunyai risiko-risiko dan perusahaan yang memiliki pekerja tanpa diasuransikan.
“Iya, kalau ada keterikatan asuransi minimalnya, keluarga korban itu bisa terbantu, walaupun nasib ya takdir mah susah, tapi minimal ada protect,” kata Marwan kepada jurnalis Radarjabar, pada Minggu (23/06/2024).
Pihaknya juga meminta kepada seluruh perusahaan yang beroperasi di wilayah Sukabumi, agar tidak menutup pekerja-pekerjanya untuk wajib diasuransikan. Namun, jika tidak diasuransikan. Maka, masyarakat sebagai pekerjanya sendiri juga harus bisa menuntut konsekuensi kepada pihak perusahaan.
“Iya, karena asuransi atau kepesertaan pekerja masuk di BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan itu, biasanya juga bagian dari gaji dipotongnya, kayak sekarang Tapera berapa persen gitu atau memang ditanggung perusahaan dibayar,” paparnya. Ketika disinggung mengenai program CSR perusahaan tersebut yang dinilai warga setempat belum maksimal diberikan secara ketentuan yang berlaku.
Marwan menjawab, bahwa pada peraturan dan Undang-Undang telah mengisyaratkan, bahwa setiap perusahaan yang menggali potensi tambang, harus mengeluarkan CSR. Namun demikian, persoalannya saat ini bahwa CSR itu bisa dilakukan secara aturan oleh perusahaan yang berizin.
“Jadi, untuk perusahaan tidak berizin, ketika dia tidak mengeluarkan CSR dalam penegakan hukumnya, nah ini yang menjadi persoalan juga pengawasan pelaksanaan pekerjaan. Terlebih lagi, izin usaha pertambangan itu dari provinsi dan pemerintah pusat,” imbuhnya. Untuk itu, ia mengaku bahwa saat ini pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi merasa dilematis. Karena, pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi tidak memiliki kewenangan secara leluasa untuk menindak perusahaan tambang tersebut.
“Lah masyarakat, tahunya di wilayah Sukabumi, tapi kan kita tidak tahu di situ ada misalkan tenaga kerja asing atau bagaimana ya dikerjakan atau tidak, karena bukan tidak ada pengawasan ya, harusnya kita mengawasi, cuma karena ke ruangan pekerjaan kemudian merasa bahwa itu adalah tanggung jawab provinsi akhirnya, seperti ini,” tandasnya.
Selain itu, seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi, bahwa sesuai Perda, terdapat bagi hasil dengan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi atau masuk pada PAD.
“Di Perda itu disyaratkan, bahwa setiap pertambangan itu harus bisa bekerjasama dengan perusahaan daerah atau Perumda AT sebagai portofolio pemegang saham sambil mengawasi. Jadi bisa sambil mengawasi kinerja dari perusahaan itu, tapi kan rata-rata mereka tidak seperti itu,” tukas nya.
“Untuk itu, pasca kejadian kecelakaan kerja ini kita langsung komunikasi dengan provinsi. Ya pasti, itu mah konsekuensi nya setiap masalah baik kecelakaan kerja yang diketahui dan dilaporkan masyarakat pasti ada langsung dari dinas bersangkutan, komunikasi dengan dinas provinsi, tapi kebanyakan nya itu tertutup,” pungkasnya. []
Nur Quratul Nabila A