PALESTINA – Hamas merespons positif usulan gencatan senjata Gaza baru dari Israel yang diumumkan Biden pada Jumat (31/5/2024). Dalam sebuah pernyataan, Kelompok Hamas menyatakan, bahwa mereka menganggap positif usulan yang mengarah pada gencatan senjata di Gaza secara permanen. “Kami mempertimbangkan secara positif (mengenai usulan) gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Gaza, rekonstruksi, dan pertukaran tahanan,” ungkap mereka, dikutip dari AFP.
Sejumlah pihak lain juga merespons positif isi usulan gencatan senjata baru dari Israel yang diumumkan Biden. Menurut Juru Bicaranya, Stephane Dujarric, Sekjen PBB Antonio Guterres mengaku sangat berharap perkembangan terakhir ini akan mengarah pada kesepakatan oleh para pihak untuk tercapainya perdamaian yang langgeng. Senada, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan, usulan Israel memberikan secercah harapan dan kemungkinan jalan keluar dari kebuntuan perang di Jalur Gaza. Sementara, Kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen menyambut baik pendekatan yang “seimbang dan realistis” untuk mengakhiri pertumpahan darah.
Namun, Netanyahu mempermasalahkan pengumuman Biden tentang apa yang ada di atas meja. Ia bersikeras bahwa transisi dari satu fase ke fase berikutnya dalam usulan gencatan senjata tersebut adalah “bersyarat” dan dibuat untuk memungkinkan Israel mempertahankan tujuan perangnya.
“Perdana Menteri memberi wewenang kepada tim negosiasi untuk mempresentasikan sebuah garis besar untuk mencapai (kembalinya para sandera), sambil menegaskan bahwa perang tidak akan berakhir sampai semua tujuannya tercapai,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan. Tujuan-tujuan itu termasuk kembalinya semua sandera dari Israel dan penghapusan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas. “Garis besar yang diusulkan oleh Israel, termasuk transisi bersyarat dari satu fase ke fase lainnya, memungkinkan Israel untuk mempertahankan prinsip-prinsip ini,” jelas Kantor PM Israel.
Hamas sendiri terbilang sangat berhati-hati dalam mengomentari usulan gencatan senjata yang diajukan oleh para mediator Mesir, Qatar, atau Amerika Serikat. Hamas sempat menerima satu proposal pada awal tahun ini, namun kemudian ditolak oleh Israel. Sebelumnya pada Jumat, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menuduh Israel menggunakan negosiasi sebagai kedok untuk melanjutkan agresinya. “Hamas menolak untuk menjadi bagian dari manuver-manuver ini,” jelas dia. []
Nur Quratul Nabila A