JAKARTA – Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dilaporkan khawatir Prancis akan menarik diri dari aliansinya. Laporan ini muncul tak lama setelah partai sayap kanan ekstrem National Rally (NR) memuncaki putaran pertama pemilihan umum dadakan di Prancis. Laporan Euractiv mengutip beberapa diplomat anonim, menyebut ketakutan NATO akan ‘penarikan’ Prancis meningkat karena NR tampaknya akan mengambil sejumlah besar kursi dalam pemilihan di negara itu. Sumber-sumber tersebut mengutip kemungkinan penarikan dukungan untuk Ukraina sebagai hal yang sangat mengkhawatirkan.
Diplomat yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan kritik berulang RN terhadap kebijakan luar negeri Macron, khususnya bantuan militer ke Ukraina, mengkhawatirkan sejumlah sekutu NATO terkemuka. Bahkan jika RN berakhir di oposisi, partai tersebut kemungkinan masih akan memiliki pengaruh yang cukup besar di Parlemen Prancis, outlet tersebut mencatat.
Sebuah sumber Euractiv mengklaim bahwa di bawah kepemimpinan baru Paris dapat memilih “keluar secara halus” dari NATO dengan meninggalkan komando militer blok tersebut. Ini akan menjadi sebuah preseden dalam sejarah Prancis.
“RN dapat mendorong keluar… di mana Prancis cukup mengirim pasukan yang kurang berkualifikasi dalam jumlah yang lebih sedikit untuk berpartisipasi dalam misi gabungan NATO,” kata pakar militer Michel Duclos mengatakan kepada Euractiv.
“Prancis memainkan peran yang sangat besar dalam organisasi tersebut, yang secara signifikan memengaruhi strategi jangka panjang NATO,” tambahnya.
Partai sayap kanan RN, yang telah berulang kali mempertanyakan tujuan NATO dan bantuannya untuk Ukraina, menang dalam putaran pertama pemilihan dadakan Prancis, mengamankan 33% suara. Blok Ensemble berhaluan tengah dibawah Presiden Emmanuel Macron hanya berada di posisi ketiga dengan 20%, meskipun ia menyerukan pemilihan dadakan setelah partainya dikalahkan oleh RN dalam pemilihan parlemen Uni Eropa.
Putaran kedua pemungutan suara Prancis dijadwalkan pada 7 Juli. RN diproyeksikan memenangkan hingga 280 kursi di Majelis Nasional.
Pada tahun 1966, Presiden Charles de Gaulle saat itu menarik Paris dari komando militer terpadu NATO, meskipun Prancis menjadi salah satu dari 12 anggota pendiri blok militer tersebut. Keputusan tersebut baru secara resmi dibatalkan pada tahun 2009.
Marine Le Pen, mantan pemimpin RN yang sudah lama menjabat, yang saat ini memimpin fraksi partai di parlemen, telah beberapa kali mengkritik posisi Presiden Macron terkait konflik Ukraina. Dia telah berulang kali menyatakan bahwa kepemimpinan nasional berisiko menyeret Prancis ke dalam perang dengan Rusia.
Partai tersebut juga telah mempromosikan dialog dengan Rusia tentang kepentingan bersama yang utama. []
Nur Quratul Nabila A