ISRAEL – Israel mengaku mendapatkan informasi bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memasukkan mereka ke daftar pelaku pelanggaran terhadap anak-anak pada 2023. Mereka pun tak terima. Sebagaimana diberitakan AFP, laporan tahunan “Anak-anak dan Konflik Bersenjata” dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru akan dipublikasikan pada 18 Juni. Sebagaimana dikutip dalam Kompas.com pada Sabtu (8/6/2024).
Namun, Duta Besar “Saya benar-benar terkejut dan jijik dengan keputusan yang memalukan ini,” kata Erdan dalam sebuah pernyataan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga berkeberatan dengan keputusan PBB tersebut.
“PBB hari ini menempatkan dirinya sendiri dalam daftar hitam sejarah ketika mengadopsi klaim absurd dari Hamas,” jelas Netanyahu di X. Ia bahkan menyebut Pasukan Pertahanan Israel (IDF) adalah militer paling bermoral di dunia.
“Dan, tidak ada keputusan ‘bumi datar’ dari sekretaris jenderal PBB yang dapat mengubahnya,” tulisnya.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan, penambahan Israel ke dalam daftar pelaku pelanggaran terhadap anak-anak memang tidak akan memulihkan nyawa anak-anak yang terbunuh atau mengalami cacat permanen dalam serangan militer Israel.
“Namun, ini merupakan langkah penting ke arah yang benar untuk mengakhiri standar ganda dan budaya impunitas yang dinikmati Israel terlalu lama dan membuat anak-anak kami rentan,” katanya di X.
Sebuah sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya, Jihad Islam, juga akan masuk daftar tersebut. Perang Gaza meletus setelah Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober lalu, yang mengakibatkan tewasnya 1.194 orang, sebagian besar warga sipil, menurut angka-angka resmi Israel. Sementara itu, serangan balasan Israel telah menewaskan jauh lebih banyak orang, yakni sedikitnya 36.731 orang di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas. Dari jumlah tersebut, sekitar 15.000 di antaranya dilaporkan adalah anak-anak di bawah umur. Israel juga telah menunda masuknya bantuan ke Gaza, membuat 2,4 juta orang di wilayah tersebut kekurangan air bersih, makanan, obat-obatan dan bahan bakar.
Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa lebih dari empat dari lima anak telah melewati satu hari tanpa makan setidaknya sekali dalam 72 jam. Menurut kantor media pemerintah Hamas, setidaknya 32 orang, banyak di antaranya anak-anak, telah meninggal karena kekurangan gizi di Gaza sejak perang dimulai. Sebagian besar kekerasan terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk, yang dipenuhi oleh orang-orang Palestina yang melarikan diri dan, menurut militer Israel, pada saat yang sama digunakan oleh pasukan Hamas. Dalam salah satu insiden paling berdarah baru-baru ini, Militer Israel mengeklaim telah menewaskan 17 pasukan Hamas dengan serangan udara di sebuah sekolah yang dikelola PBB di Gaza pada Kamis (7/6/2024).
Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di dekatnya mengatakan bahwa sedikitnya 37 orang tewas dalam serangan tersebut. Laporan PBB menyoroti pelanggaran HAM terhadap anak-anak di sekitar 20 wilayah konflik. Tahun lalu, militer Rusia dan entitas bersenjata yang terkait dengan Rusia masuk daftar tersebut. Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah lama mendorong agar Israel dimasukkan ke daftar tersebut dan pada 2022, PBB mengeluarkan peringatan bahwa Israel harus menunjukkan perbaikan agar tidak dimasukkan ke daftar tersebut.
Dalam laporan tahun lalu, PBB mencatat adanya perbaikan dalam situasi antara 2021 dan 2022, dengan penurunan yang “berarti” dalam kematian anak-anak dalam serangan Israel. Louis Charbonneau, dari Human Rights Watch, menyebut masuknya Israel ke daftar itu “sepenuhnya dapat dibenarkan, meskipun sudah lama tertunda”. “Ini adalah sesuatu yang telah lama kami serukan, bersama dengan memasukkan Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina lainnya,” tambahnya. []
Nur Quratul Nabila A